Konten [Tampil]
Entah sadar atau tidak, depersi pasca sangat rentan dirasakan oleh ibu. Namun kebanyakan Ibu tidak sadar bahwa dirinya sedang merasakan depresi, yang dia tahu dia sedang bahagia juga merasa sedih karena ketidakmampuan dirinya.
Entah merasa bersalah karena tidak bisa memberikan ASI, atau merasa rendah diri kare tidak melahirkan secara normal, merasa tidak berguna karena tidak mampu mengurus bayi yang baru lahir, dan perasaan tidak nyaman lainnya.
Perasaan-perasaan ini bisa saja merupakan gejala depresi pasca melahirkan. Nah, untuk lebih jelas apa saja gejalanya, mari kita pelajari bersama!
Gejala Depresi Pasca Melahirkan
Depresi pasca melahirkan disebut juga dengan depresi pascapersalinan (postpartum depression) adalah jenis depresi yang terjadi setelah melahirkan. Gejala yang dirasakan sering kali mirip dengan baby blues, tetapi keduanya merupakan hal yang berbeda. Berikut ini adalah beberapa gejala derpesi pasca melahirkan:- Perasaan sedih atau tidak bersemangat yang berlangsung terus-menerus
- Kesulitan atau enggan merawat dan berinteraksi dengan bayi
- Terus merasa sedih tanpa alasan yang jelas
- Kurang mau merawat diri sendiri, misalnya tidak mau mandi atau makan selama berhari-hari
- Kehilangan minat pada hal yang selama ini disukai
- Terus merasa khawatir dan berpikir bahwa ada sesuatu yang salah pada bayi
- Mudah merasa gelisah dan tersinggung
- Kurang tidur
- Sulit konsentrasi
- Adanya perasaan bersalah dan tidak pantas menjadi ibu
- Muncul pemikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bahkan bunuh diri
Pada sebagian kasus, wanita yang mengalami depresi pasca melahirkan bahkan berpikir untuk menyakiti bayi mereka. Oleh karena itu, mengenali gejala depresi pascamelahirkan tidak hanya penting bagi calon ibu, tetapi juga bagi pasangannya, agar kondisi ini dapat cepat terdeteksi dan segera ditangani.
Penyebab dan Faktor Risiko Depresi Pasca Melahirkan
Penyebab depresi pasca melahirkan belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini diduga disebabkan oleh perpaduan berbagai faktor, di antaranya:Perubahan hormonal
Kadar hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh akan menurun drastis pada wanita setelah melahirkan. Penurunan kadar kedua hormon ini menyebabkan wanita lebih sensitif, mudah mengalami perubahan suasana hati, dan kondisi emosional menjadi tidak stabil.Masalah psikologis
Sebagai seorang ibu, wanita tentunya memiliki tuntutan dan tanggung jawab baru untuk mengurus dan merawat bayi. Hal ini dapat menimbulkan tekanan dan menyebabkan stres, terutama jika kurang mendapat dukungan pasangan dan orang terdekat saat melahirkan dan merawat bayi.Selain itu, ibu yang sebelumnya pernah mengalami gangguan psikologis, seperti depresi, gangguan bipolar, dan gangguan cemas, juga lebih berisiko terkena depresi pascamelahirkan.
Masalah sosial
Selain masalah psikologis, masalah sosial juga bisa menjadi faktor penyebab terjadinya depresi pascamelahirkan. Mengalami kejadian yang membuat stres, seperti masalah keuangan, konflik dengan anggota keluarga, atau kematian orang terdekat, dapat membuat wanita lebih rentan terkena depresi ini.Selain beberapa hal di atas, ada beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko depresi pascamelahirkan, antara lain:
- Kesulitan untuk menyusui
- Kondisi fisik lemah pascamelahirkan
- Kesulitan dalam mengurus bayi
- Bayi mengalami masalah kesehatan, misalnya terlahir prematu
- Gangguan kesehatan pascamelahirkan, seperti nyeri bekas jahitan atau gangguan buang air kecil
- Melalui proses persalinan yang sulit
Meski tidak dominan, faktor genetik diduga juga turut berperan dalam menyebabkan depresi pascamelahirkan. Selain itu, ibu yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat depresi juga lebih berisiko mengalami depresi ini.
Sebab itu, bercerita lah kepada orang yang bisa diandalkan, seperti kepada pasangan, anggota keluarga, atau sahabat mengenai apa yang dirasakan. Akan lebih baik jika orang tersebut bisa memberikan saran dan solusi atas apa yang sedang kita rasakan.
Dukungan orang-orang terdekat bisa menjadi faktor yang sangat membantu dalam menghadapi depresi pasca melahirkan khususnya dukungan dari pasangan dan anggota keluarga inti.
Melalui terapi tersebut, ibu yang mengalami depresi pasca melahirkan akan diarahkan untuk menemukan cara dalam mengatasi masalah dan perasaan sedih yang muncul, serta menghadapi situasi dengan pemikiran yang lebih positif.
Namun, berolahraga secara rutin dapat mengatasi depresi ringan dan membuat perasaan lebih baik. Bahkan, ada beberapa pilihan olahraga bersama bayi yang bisa ibu lakukan di rumah.
Ibu bisa memulainya dengan melakukan olahraga ringan, seperti berjalan di sekitar rumah, yoga, atau pilates. Namun, sebelum melakukannya, bicarakan terlebih dahulu dengan dokter spesialis kandungan untuk mengetahui jenis olahraga yang tepat sesuai kondisi ibu.
Selain beberapa cara di atas, ibu juga dapat meredakan stres dengan meluangkan waktu untuk diri sendiri atau me tima. Lakukan hal yang disukai dan sebisa mungkin cukupi waktu istirahat.
Selain itu, usahakan pula untuk tetap memenuhi kebutuhan nutrisi dengan menjalankan pola makan sehat.
Oleh karena itu, penting utuk pasangan suami dan istri memperbanyak pengetahuan mulai dari nutrisi ibu hamil, olahraga untuk ibu hamil, persiapan persalinan normal maupun caesar, hingga perawatan setelah melahirkan juga mengenali gejala depresi pasca melahirkan.
Cara Menangani Depresi Pasca Melahirkan
Depresi pasca melahirkan akan lebih mudah untuk disembuhkan jika terdeteksi sejak dini dan segera mendapatkan penanganan. Berikut ini adalah beberapa tindakan penanganannya:1. Bercerita kepada orang terdekat
Bercerita kepada orang yang tepat adalah hal paling melegakan. Dengan mengeluarkan unek-unek atau rasa yang tidak nyaman, kemudian kita didengarkan dan diberi semangat tentu akan membuat suasana hati dan pikiran menjadi lebih baik.Sebab itu, bercerita lah kepada orang yang bisa diandalkan, seperti kepada pasangan, anggota keluarga, atau sahabat mengenai apa yang dirasakan. Akan lebih baik jika orang tersebut bisa memberikan saran dan solusi atas apa yang sedang kita rasakan.
Dukungan orang-orang terdekat bisa menjadi faktor yang sangat membantu dalam menghadapi depresi pasca melahirkan khususnya dukungan dari pasangan dan anggota keluarga inti.
2. Konsultasi pada Ahli
Salah satu langkah penanganan utama terhadap kondisi depresi pasca melahirkan adalah dengan konseling dan psikoterapi, seperti terapi perilaku kognitif.Melalui terapi tersebut, ibu yang mengalami depresi pasca melahirkan akan diarahkan untuk menemukan cara dalam mengatasi masalah dan perasaan sedih yang muncul, serta menghadapi situasi dengan pemikiran yang lebih positif.
3. Pemberian obat-obatan
Di samping psikoterapi, dokter juga dapat meresepkan obat-obatan, seperti antidepresan, untuk mengatasi gejala depresi. Namun, penggunaan obat dalam mengatasi depresi ini harus dalam pengawasan dokter, sebab efek samping yang ditimbulkan dapat mengganggu produksi ASI.4. Olahraga rutin
Setelah melahirkan mungkin kebanyakan ibu akan merasa enggan berolahraga karena sudah terlebih dahulu merasa lelah mengurus bayi.Namun, berolahraga secara rutin dapat mengatasi depresi ringan dan membuat perasaan lebih baik. Bahkan, ada beberapa pilihan olahraga bersama bayi yang bisa ibu lakukan di rumah.
Ibu bisa memulainya dengan melakukan olahraga ringan, seperti berjalan di sekitar rumah, yoga, atau pilates. Namun, sebelum melakukannya, bicarakan terlebih dahulu dengan dokter spesialis kandungan untuk mengetahui jenis olahraga yang tepat sesuai kondisi ibu.
Selain beberapa cara di atas, ibu juga dapat meredakan stres dengan meluangkan waktu untuk diri sendiri atau me tima. Lakukan hal yang disukai dan sebisa mungkin cukupi waktu istirahat.
Selain itu, usahakan pula untuk tetap memenuhi kebutuhan nutrisi dengan menjalankan pola makan sehat.
Cara Mencegah Depresi Pasca Melahirkan
Cara paling efektif untuk mencegah depresi pasca melahirkan adalah menerapkan gaya hidup sehat dan merasa bahagia. Selain itu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan risiko terkena depresi pasca melahirkan, yaitu:- Menjaga diri dan mencoba mengurangi stres saat hamil
- Menerima bantuan dari pasangan atau orang-orang terdekat
- Memberi tahu dokter secepat mungkin apabila memiliki riwayat atau sedang mengalami masalah psikologis
- Jika ibu termasuk orang yang berisiko tinggi terkena depresi pasca melahirkan, dokter dapat meresepkan obat antidepresan segera setelah ibu melahirkan untuk mencegah munculnya gejala.
Penutup
Depresi pasca melahirkan memang nyata adanya. Hal ini tidak dapat diabaikan karena bisa menjadi hal serius. Perlu diingat juga, bahwa depresi pasca melahirkan dapat terjadi pada siapa saja, teramsuk Ayah.Oleh karena itu, penting utuk pasangan suami dan istri memperbanyak pengetahuan mulai dari nutrisi ibu hamil, olahraga untuk ibu hamil, persiapan persalinan normal maupun caesar, hingga perawatan setelah melahirkan juga mengenali gejala depresi pasca melahirkan.
Kemungkinan pertanyaan yang muncul, apakah depresi pasca melahirkan sama dengan baby blues? Sedikit sudah dijelaskan di atas bahwa keduanya berbeda. Apa perbedaannya? Sila baca atikel selanjutnya tentang Baby blues!
Semoga bermanfaat!
Sumber:
https://www.alodokter.com/mengenal-depresi-pasca-melahirkan
https://www.halodoc.com/kesehatan/depresi-postpartum
https://hangtuah.ac.id/mengenal-depresi-pasca-melahirkan-sering-melanda-ibu-perfeksionis/
https://www.alodokter.com/hai-para-suami-pahami-depresi-pasca-melahirkan-yang-bisa-menyerang-istrimu
https://ciputrahospital.com/cara-mengatasi-depresi-pasca-melahirkan/
Semoga bermanfaat!
Sumber:
https://www.alodokter.com/mengenal-depresi-pasca-melahirkan
https://www.halodoc.com/kesehatan/depresi-postpartum
https://hangtuah.ac.id/mengenal-depresi-pasca-melahirkan-sering-melanda-ibu-perfeksionis/
https://www.alodokter.com/hai-para-suami-pahami-depresi-pasca-melahirkan-yang-bisa-menyerang-istrimu
https://ciputrahospital.com/cara-mengatasi-depresi-pasca-melahirkan/
Banyak banget insight berharga di artikel ini, khususnya para suami, hayoooo, agar lebih peka ya paska istri melahirkan.
ReplyDeleteAku persalinan pertama mengalami depresi pasca melahirkan karena bayiku meninggal di usia 13 hari. Jadi aku sempat jadi pasien psikolog untuk penyembuhannya dengan sesi konseling. Memang ya depresi pasca melahirkan memang nyata adanya dan tidak dapat diabaikan karena bisa menjadi hal serius
ReplyDeletePasca melahirkan anak kedua aku sempet mengalami depresi untungnya ga kebablasan pernah pengen ngebanting bayiku untung ketahuan sama adekku trus nangis sesenggukan lama banget tapi akhirnya ga pernah muncul lagi keinginan yang aneh-aneh pas lihat bayiku, karena itu support system yang oke sangat dibutuhkan karena depresi bisa menyerang siapa saja
ReplyDeleteNah yang seperti ini orang terdekat, khususnya suami, juga wajib tau. Karena istri belum tentu sadar sedang mengalami depresi. Kalau pun sadar bisa malah semakin depresi kalau orang terdekat gak peka. Semoga semakin banyak yang paham akan hal ini, ya
ReplyDeleteNgalamin PPD pas lahiran anak ke-2. Sempet ngerasa sendiri, tapi seiring berjalannya waktu, mencoba untuk menekuni passion dan Alhamdulillah jadi mereda
ReplyDeleteSempat mengalami depresi ringan juga setelah lahiran, bawaannya nangis mulu dan takut bayinya kenapa-kenapa dan maunya diurus sendiri padahal lagi butuh istirahat, beruntung terlalui dengan baik karena yang mendampingi bisa memberikan rasa percaya.
ReplyDeleteIni nih penting banget ya, bukan buat dibaca hanya para mommy yg lagi mengandung aja, tapi juga orang-orang disekitar yang mendampingi sang mommy supaya semuanya bisa mengantisipasi.
ReplyDeletePengalaman saya juga setelah melahirkan itu tanpa support orang terdekat rasanya seakan mau hancur.
ReplyDeleteBeruntung saya bisa sharing dengan orang yg tepat, selain berobat dan beribadah.
Satu lagi yg bikin saya lebih tenang yaitu menjalani hobi alias me time. Menyenangkan diri sendiri selama tidak mengganggu kesehatan setelah melahirkan dan menyusui anak
Meski kenyataannya asi tidak keluar akhirnya pakai susu formula
Ngeri loh efek dari depresi itu ya. Akibatnya bukan cuma untuk diri sendiri tapi semua orang yang ada di sekitar si penderita. Apalagi jika itu terjadi pada ibu yang baru melahirkan. Duh sedih banget. Anak bisa terlantarkan dan tak mendapatkan penanganan cinta serta kasih dari ibunya. Semoga ya dengan beberapa poin yang dihadirkan dalam rangka penanganan depresi setelah melahirkan di atas, bisa membantu para (calon) ibu untuk lebih menjaga kesehatan mentalnya.
ReplyDeleteBaca komen temen-temen di atas, rata-rata pernah mengalami baby blues ya. Ada yang mendapat penanganan profesional, ada yang ditemani orang terdekat. Memang jangan dianggap enteng ya, perjuangan seorang Ibu tuh...Manusiawi sih kalau merasa down...
ReplyDeleteJadi inget anak salah seorang anggota komunitas yang mengalami depresi
ReplyDeleteSampai saya bingung apa penyebabnya
Lha orangnya cantik, suaminya juga pilihan hati
Tapi pasca melahirkan gak mau menyusui, malah gak mau deket2 dengan anak
Proses mengandung dan melahirkan anak emang gak sederhana ya?
Saya dulu kena depresi setelah melahirkan, PPD untuk anak kedua. Justru anak pertama saya santai, karena dibantu mama saya. Dan saya emang menghormati aja orang tua mau gimanain anak, jadi nggak stres liat anak dikasih sufor, hahaha.
ReplyDeleteAnak kedua terpaksa urus sendiri dan luar biasa lelahnya, mana ASIX pulak
Aku dulu sempet ngerasain beberapa gejala di atas. Yang kuingat karena mulut orang sekitar juga sih.
ReplyDeleteEmang lingkungan untuk ibu abis lahiran itu kudu "steril", deh
Udah 12 tahun lalu tapi kalau inget masih gemes akuuu, hehe
Saya pikir baby blues itu ya depresi pasca melahirkan. Ternyata berbeda ya, Kak. Padahal keduanya punya resiko menyakiti diri sendiri atau bayinya.
ReplyDeleteBerarti pasca melahirkan itu kudu jaga mental dengan baik ya, dan tentunya peran keluarga sebagai orang terdekat bisa mendukung sehingga hal² seperti depresi bisa diminimalisir.
ReplyDeleteDipikir-pikir...beruntung banget ya dulu aku nggak sampai depresi pasca melahirkan gitu, padahal beberapa bulan setelah melahirkan ditinggal gitu aja sama bapaknya anak-anak. Salah satu yang membuatku tetap waras mungkin karena ketika itu aku punya sahabat yang mau mendengarkan ceritaku.
ReplyDelete