Konten [Tampil]
Sudah tahu belum tentang love language dan stress language?? Keduanya bisa kita identifikasi sendiri lho, baik diri sendiri maupun suami dan anak-anak kita.
Umumnya, banyak sekali bahasan tentang love language atau bahasa cinta. Mungkin Mom-genk juga sudah tahu ya? Apa saja jenis-jenis love language.
Sedangkan untuk stress language, masih belum banyak bahasan yang mengangkat topik ini. Aku pun baru tahu lho ternyata ada juga istilah stress language.
Yuk, kita berkenalan dengan love language dan stress language!
Apa itu Love Language dan Stress Language?
Setiap manusia pasti memiliki caranya sendiri untuk mengungkapkan atau mengekspresikan perasaannya. Meski ada yang sadar dan banyak pula yang tidak sadar bahwa dirinya masuk dalam jenis love language dan stress language tertentu.Kita dapat mencari tahu termasuk jenis apa love language dan stress language kita. Dengan mengetahuinya, artinya kita lebih mengenal lagi diri kita, juga orang-orang terkasih.
Kita akan lebih memahami apa yang sedang dibutuhkan diri kita, suami dan juga anak-anak kita. Sehingga hubungan akan terus harmonis dan meminimalisir konflik karena ketidak pahaman dan komunikasi yang kurang tepat.
Nah, arti dari love language sendiri adalah cara seseorang untuk mengungkapkan atau mengekspresikan rasa cinta dan juga cara yang disukainya untuk merasa dicintai.
Biasanya, seseorang yang memiliki dominan love language akan suka juga mendapatkan perlakukan hal yang sama. Misalnya, jika bahas cinta anak adalah kata pujian, maka dia akan merasa senang dan meraaaa dicintai ketika kita memberikannya pujian yang membangun.
Inilah salah satu tujuan kita mengenali dan mencaritahu apa love language diri kita, suami dan anak. Agar lebih mudah untuk mengisi tangki cinta. Setiap orang butuh tangki cinta yang penuh agar merasa bahagia, nyaman dan tenang.
Sedangkan stress language, kebalikan dari love language, yaitu cara seseorang untuk mengungkapkan atau mengekspresikan diri saat dipenuhi tekanan dan merasa stres.
Setiap bahasa, baik bahasa cinta dan bahas stres sama-sama memiliki lima jenis bahasa. Apa saja itu? Yuk, kita cari tahu!
5 Jenis Love Language
Istilah love language pertama kali diciptakan dalam buku terlaris Dr. Gary Chapman yang diterbitkan pada tahun 1992, The 5 Love Languages: The Secret to Love that Lasts. Lima bahasa cinta itu antara lain:1. Words of affirmation
Words of affirmation atau kata-kata afirmasi merupakan bahasa cinta di mana seseorang merasa senang ketika menerima atau menunjukkan kasih sayang melalui kata-kata.Dikutip dari Healthline, kata-kata tersebut bisa berupa pujian atau penghargaan yang disampaikan secara lisan, tertulis, teks, atau semua hal di atas.
2. Quality time
Mengutip dari Verywell Mind, seseorang dengan bahasa cinta ini biasanya sangat menghargai waktu dan menginginkan perhatian penuh.Mereka akan merasa dicintai saat seseorang fokus ketika sedang bersama. Hal ini bisa berarti meletakkan HP, mematikan komputer, melakukan kontak mata, dan secara aktif mendengarkan.
3. Act of service
Tak semua orang terbiasa menyampaikan atau menunjukkan cinta dan kasih sayang dengan kata-kata.Itulah mengapa ada act of service, atau tindakan di mana seseorang melakukan hal-hal yang tidak mementingkan diri sendiri dan senang hati melakukan sesuatu untuk orang lain.
4. Receiving gifts
Memberikan hadiah tidak selalu berarti materialistis, tetapi juga bisa menjadi cara yang efektif untuk mengekspresikan perasaan cinta atau apresiasi.Bentuk cinta ini mencerminkan pemikiran dan perhatian yang kamu berikan kepada orang yang kamu hargai.
Orang yang senang menerima hadiah sebagai bahasa cinta utama mereka tidak selalu mengharapkan hadiah yang besar atau mahal. Namun yang terpenting adalah usaha dan perhatian di balik hadiah tersebut.
5. Physical touch
Love language yang terakhir adalah sentuhan fisik atau physical touch.Bagi orang-orang dengan bahasa cinta ini, mengekspresikan dan menerima cinta melalui kontak fisik adalah penting.
Dikutip dari Everyday Health, mengekspresikan kasih sayang melalui sentuhan fisik dapat ditunjukkan melalui gerakan sederhana, seperti bergandengan atau berpelukan.
5 Janis Stress Language
Dilansir dari Purewow, konsep stress language diciptakan oleh pakar kesehatan Chantal Donnelly, sebagai cara untuk mengeksplorasi kecenderungan bawaan atau pola perilaku seseorang ketika mereka berada dalam kesusahan atau kewalahan. Lima bahasa stress antara lain:1. The Exploder
Ini adalah respons stres yang terlihat secara lahiriah yang bisa terlihat seperti rasa kesal, frustrasi, kemarahan, atau agresi. Orang yang meledak-ledak cenderung menuding orang lain atas kesusahan mereka.Stress language inilah yang biasanya kita sebut sebagai respons fight-or-flight. Apa pun situasinya, the exploder biasanya akan merespons seolah-olah ada krisis dan akan menjadi marah, menjadi paranoid, atau tiba-tiba memiliki dorongan biologis untuk menyerang di tengah-tengah percakapan.
2. The Imploder
Tidak sejelas exploder, seseorang yang memiliki stress language ini sering menginternalisasi stres mereka dan bisa menjadi putus asa, tidak berdaya, dan lumpuh. Mereka biasanya cenderung memiliki banyak kesalahan pada diri sendiri dengan bahasa sehari-hari yang penuh tekanan.Selain itu, mereka juga mungkin mengalami kesulitan melakukan kontak mata dan merasa terlalu mati rasa untuk mengekspresikan emosi. Dengan demikian, pengaruhnya dapat diredam dan terasa jauh.
Mereka cenderung ingin bersembunyi dari dunia luar dan perilaku mereka sering kali disalahartikan sebagai mengabaikan atau ‘membayangi’ orang lain.
3. The Fixer
Respons stres ini terkadang terlihat seperti respons yang membantu di permukaan. Namun, seiring berjalannya waktu, hal ini dapat berubah menjadi sikap mengomel, melampaui batas, dan tidak percaya pada kemampuan pasangan.Biasanya the fixer akan segera bertindak dan mencoba memperbaiki sesuatu, apa pun ketika mereka stres—bahkan ketika tidak ada yang perlu diperbaiki atau apa yang perlu diperbaiki bukanlah urusan mereka.
Selain itu, mereka sering kali bertindak seperti orang tua daripada kekasih yang dapat merusak hubungan kalian berdua.
4. The Denier
The denier bisa menjadi pola perlindungan umum bagi seseorang yang telah diajari (biasanya di masa kanak-kanak) untuk percaya bahwa menunjukkan tanda-tanda stres adalah tanda kelemahan. Orang yang menyangkal bisa terlihat seperti seorang optimis yang buta terhadap kenyataan, seorang tabah yang menghindari semua emosi, atau seseorang yang menggunakan sikap positif untuk mengabaikan kesusahan.Anda akan mendengar seorang penyangkal mengatakan, dengan bibir atas yang kaku, hal-hal seperti 'Segalanya bisa menjadi lebih buruk' atau 'Saya baik-baik saja.'
Sayangnya, orang yang sering menyangkal akan memendam perasaan dan emosinya hingga sering kali berubah menjadi seorang yang meledak-ledak.nier
5. The Numb-er
Terakhir, ada the numb-er. Seseorang yang memilikinya sering menggunakan pelarian dan gangguan lainnya sebagai strategi penanggulangannya. Seseorang yang mati rasa akan beralih ke segala hal mulai dari alkohol atau obat-obatan, hingga game online, perjudian, belanja, menelusuri media sosial, atau menonton televisi secara berlebihan.Bahkan perilaku yang tampak sehat pun bisa menjadi hal yang disukai banyak orang, seperti berolahraga berlebihan dan bekerja berlebihan.
Penutup
Tidak hanya untuk lebih mengenal diri sendiri, sebagai orang tua yang menjadi rumah bagi keluarganya, Ibu perlu tahu love language dan stress language dari suami dan anak-anaknya.
Dengan mengetahui love language, kita bisa dengan mudah memenuhi tangki cinta mereka juga mudah untuk menasehati atau memberi masukan.
Begitupun dengan stress language. Ibu akan menjadi sosok penenang bagi keluarga. Merkea akan percaya dan nyaman berbagi dan mencari solusi atas masalah mereka pada kita. Bonding ibu dan anggota keluarga akan lebih kuat.
Setelah berhasil mengendalikan diri dari stress yang dirasakan, jangan lupa self reward, ya! Apa itu self reward? Yuk, simak penjelasannya di artikel berikutnya tentang self reward!
Semoga bermanfaat!
Sumber:
https://www.google.com/amp/s/www.liputan6.com/amp/5519028/5-stress-language-yang-perlu-diketahui-agar-hubungan-tetap-harmonis
https://glints.com/id/lowongan/love-language-adalah/#5-jenis-love-language
https://www.verywellmind.com/can-the-five-love-languages-help-your-relationship-4783538
Menarik nih, iya juga ya, selama ini saya hanya sibuk mengenali love languange, lupa mengenali stres languange. Jadi kadang bingung kalau tiba-tiba meledak sendiri. Mana mamak-mamak kayak saya yang hidup sendiri mengurus 2 anak, luar biasa rasanya
ReplyDeleteSepertinya iya kak, artikel tentang bahasa stres kurang banyak diangkat. Bisa dilanjutkan lebih dalam nih terkait ini, karena jadi pengetahuan juga buat para pembaca
ReplyDeletePercaya gak, saya baru mengenal love language setelah ikut tausiahnya Ustaz Aam Aminudin
ReplyDeleteMaklum dulu internet murah dan cepat masih impian
Karena itu bersyukur, sekarang banyak banget konten tentang love language yang sangat penting untuk diterapkan, khususnya pada anggota keluarga kita
saya baru tahu yang stress languange ini mbak, karena biasanya yang bertaburan di yutub itu love languange. So far, tetap dibutuhkan ya bagi seorang ibu terutama. Biar jadi penenang dalam keluarga kecilnya. Noted, penasaran dengan pembahasan yang lebih detilnya terkait stress languange
ReplyDeleteKayanya kau kalo stress tipe imploder deh, mendeeem dan dieeem gitu. Tapi tiba2 bisa meledak, hehhee.
ReplyDeleteTipe ini tuh kaya banyak ruginya sih, jadi stress sendiri. Eh itu rugi atau untung yaa? :D
Wah ternyata ada stress language juga ya. Setelah dibaca-baca kayaknya aku campuran The Exploder dan The Imploder deh. xixixi..
ReplyDeleteSepertinya anakku itu The Denier deh, kalau kesal dan stress bilangnya gak papa, gak papa, tapi keliatan dari raut wajahnya. Apa memang waktu kecil suka dibilang jangan cengeng ya, akhirnya kalau ada masalah ya dipendam gitu
ReplyDeleteSelama ini, aku hanya familiar sama love language. Soal stres ya udah. Bagiku kayak nggak ada stres language. Stres aja gitu. Ternyata ada juga ya.
ReplyDeleteUntuk Love Language, beberapa hari lalu aku ikut fitur Add Yours di IG stories, Jadinya lumayan tahu dan ngerti. Nah Stress Languange nih yang belom aku tahu. Aku tipe yang mana ya? Hmmm kayaknya campur-campur.
ReplyDeleteTernyata ada stress language juga. Sepertinya para suami harus paham stress language istri biar bisa membantu meredam.
ReplyDelete