Konten [Tampil]
Mendampingi anak dalam proses tumbuh kembangnya, pasti akan ada proses yang seorang ibu lalui juga. Semua proses itu tujuannya adalah agar ibu bahagia dalam mendampingi anak. Seperti yang disampaikan oleh Kawaki Dyas dan Kakawi Ika dalam materi Zona 2 kelas Bunda Sayang Batch 7, orangtua yang bahagia akan memberikan pengalaman emosi bahagia pada anak-anaknya. Pengalaman-pengalaman ini akan membentuk anak yang bahagia pula. Anak yang bahagia maka akan memiliki pola pikir yang bahagia sehingga menghasilkan sikap dan perilaku yang bahagia pula.
Menurut ibu Septi Peni selaku Founder komunitas Ibu Profesional, bahagia bukan berarti segala sesuatu berjalan dengan baik dan lancar, tetapi bahagia adalah bagaimana cara kita merespon apapun hasil yang terjadi dengan mindset yang baik.
Lalu, apa pentingnya menjadi ibu yang bahagia?
Pentingnya Menjadi Ibu yang Bahagia
Ada 3 alasan yang harus diperhatikan, mengapa penting untuk menjadi ibu yang bahagia..1. Emosi adalah hal pertama yang dimengerti anak
Mengapa? Karena Amygdala matang sejak lahir. Amygdala adalah bagian otak yang berhubungan dengan proses emosional. Jika amygdala sudah matang sejak anak lahir, berarti proses perkembangannya sejak anak dalam kandungan dong ya?
Wah itu sebabnya ya para ahli bilang kalau anak dalam kandungan seorang ibu bisa merasakan apa yang sedang dirasakan ibunya, karena mereka menangkap sinyal itu dari tubuh ibu. Dan sampai mereka lahir pun sinyal itu masih ada. MasyaAllah
Selain itu, kita juga perlu untuk menambah kosa kata emosi. Dari 6 emosi dasar; bahagia, sedih, jijik, marah, takut, dan kaget, ternyata memiliki emosi turunannya. Nah, biasanya setiap emosi yang kita rasakan memiliki tanda atau isyarat tersendiri dari tubuh. Misalnya saat kita merasakan emosi marah, detak jantung lebih cepat atau suara meninggi atau nafas mulai terasa berat, dll.
Setelah kita mengenali macam-macam emosi dan bisa mendeteksinya melalui tanda dari tubuh, maka Langkah selajutnya adalah mengelola emosi dengan baik. Gimana caranya? Check it out!
Kemudian cara kedua untuk mengelola emosi yaitu dengan cara mengubah respon. Tujuannya agar kita menghindari respon yang berlebihan. Caranya dengan menghindar pemicu emosi destruktif saat gelombang emosi terasa sangat kuat. Menghindari disini bukan artinya lari dari masalah, namun dengan mendistrak diri. Entah menatap ke arah yang berbeda, tidak menatap pemicu emosi atau mengalihkan badan ke arah lain.
Selanjutnya cara mengubah respon yang kedua adalah menghadapi masalah dengan cara yang berbeda atau mencari solusi lain. Contohnya, anak kita sedang dalam fase mencoret-coret, karena kurang puas mencoret-coret di kertas sehingga dia melakukannya di tembok. Hal ini memicu emosi destruktif muncul, nah cara menghadapinya yaitu dengan memfasilitasinya dengan memberikan kertas besar yang ditempel di tembok. Masalah selesai deh. Hehhe
Wah itu sebabnya ya para ahli bilang kalau anak dalam kandungan seorang ibu bisa merasakan apa yang sedang dirasakan ibunya, karena mereka menangkap sinyal itu dari tubuh ibu. Dan sampai mereka lahir pun sinyal itu masih ada. MasyaAllah
2. Emosi dapat menular dan ditularkan
Wah ga penyakit aja yang bisa menular, ternyata emosi pun dapat menular. Cara menularnya yaitu dari cara pengasuhan kita, dan dapat ditularkan dari rangsangan emosi yang anak beri pada kita. Contohnya ketika anak tantrum, kebanyakan kita pasti juga ikutan marah saat menghadapi anak tantrum. Akhirnya keduanya saling berteriak deh. Siapa yang begini nih? Hehe.3. Anak peniru ulung
Anak adalah pengamat dan peniru yang paling handal. Karena mereka terbiasa menerima rangsangan dari kita sehingga mereka merekam bagaiman kita merespon atau melakukan sesuatu. Semua ekspresi yang dikeluarkan tiap emosi yang kita rasakan akan ditangkap dan direkam anak. itu sebabnya kita harus memberikan teladan yang baik pada anak-anak kita.Cara Manajemen Emosi
Ada 3 cara agar kita dapat memanajemen emosi dengan baik, yaitu:1. Kenali Emosi
Emosi terbagi menjadi 2, yaitu emosi konstruktif atau sifatnya yang positif dan emosi destruktif atau emosi yang memiliki sifat negatif. Sebenarnya semua emosi adalah baik, jika di situasi dan kondisi yang tepat. Misalnya emosi marah, marah akan bersifat baik ketika digunakan saat ada orang asing yang mulai menggoda anak perempuan kita. Di situasi dan kondisi ini marah memiliki sifat yang positif.Selain itu, kita juga perlu untuk menambah kosa kata emosi. Dari 6 emosi dasar; bahagia, sedih, jijik, marah, takut, dan kaget, ternyata memiliki emosi turunannya. Nah, biasanya setiap emosi yang kita rasakan memiliki tanda atau isyarat tersendiri dari tubuh. Misalnya saat kita merasakan emosi marah, detak jantung lebih cepat atau suara meninggi atau nafas mulai terasa berat, dll.
Setelah kita mengenali macam-macam emosi dan bisa mendeteksinya melalui tanda dari tubuh, maka Langkah selajutnya adalah mengelola emosi dengan baik. Gimana caranya? Check it out!
2. Kelola Emosi
Ketika rangsangan emosi hadir dan tanda-tanda tubuh sudah muncul, maka yang kita perlukan adalah jeda. Jeda disini bisa dengan merubah kondisi kita. Sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW, "Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur." (HR. Ahmad, Abu Daud dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth). Para ahli pun meneliti bahwa bergerak dapat meregangkan otot-otot tubuh yang tegang dan membuat diri lebih rileks.Kemudian cara kedua untuk mengelola emosi yaitu dengan cara mengubah respon. Tujuannya agar kita menghindari respon yang berlebihan. Caranya dengan menghindar pemicu emosi destruktif saat gelombang emosi terasa sangat kuat. Menghindari disini bukan artinya lari dari masalah, namun dengan mendistrak diri. Entah menatap ke arah yang berbeda, tidak menatap pemicu emosi atau mengalihkan badan ke arah lain.
Selanjutnya cara mengubah respon yang kedua adalah menghadapi masalah dengan cara yang berbeda atau mencari solusi lain. Contohnya, anak kita sedang dalam fase mencoret-coret, karena kurang puas mencoret-coret di kertas sehingga dia melakukannya di tembok. Hal ini memicu emosi destruktif muncul, nah cara menghadapinya yaitu dengan memfasilitasinya dengan memberikan kertas besar yang ditempel di tembok. Masalah selesai deh. Hehhe
Cara berikutnya dengan mengubah ekspetasi kita, turunkan ekspetasi sehingga tidak ada rasa kecewa sedih atau marah. Kemudian yang terakhir dengan cara menerima dan memberi makna baru. Fokuslah pada keunggulan anak, jadi setiap ‘ulah’ yang dilakukan anak kita pandang dari kacamata positif. Karena kita melihat kelebihan atau keunggulan di setiap tindakan yang dilakukan anak.
Caranya yaitu;
1. Lihat eskpresi anak, perhatikan micro-expression (mata, alis, kerutan dahi, dan mulut).
2. Dengarkan nada suaranya.
3. Lihat bahasa tubuhnya (gesture).
4. Validasi perasaannya, tidak boleh memakai kata tanya “mengapa”.
5. Konfirmasi perasaanya, bantu anak melabeli perasaannya bukan dengan menebak perasaannya.
6. Minta anak untuk mengukur skala emosinya dari 1-10.
Wah ternyata banyak sekali hal yang harus ibu ketahui ya. Lalu bagaiman caranya agar kita, para ibu bisa menjadi perempuan yang bahagia???
3. Raba-Rasakan Emosi
Ini adalah cara kita untuk meraba dan merasakan emosi dari lawan kita. Dalam hal mendampingi anak, kita harus bisa mengidentifikasi emosi mereka agar kita bisa mengelola emosi kita dengan baik dan meminimalisir munculnya emosi destruktif karena terpancing atau ditularkan anak.Caranya yaitu;
1. Lihat eskpresi anak, perhatikan micro-expression (mata, alis, kerutan dahi, dan mulut).
2. Dengarkan nada suaranya.
3. Lihat bahasa tubuhnya (gesture).
4. Validasi perasaannya, tidak boleh memakai kata tanya “mengapa”.
5. Konfirmasi perasaanya, bantu anak melabeli perasaannya bukan dengan menebak perasaannya.
6. Minta anak untuk mengukur skala emosinya dari 1-10.
Wah ternyata banyak sekali hal yang harus ibu ketahui ya. Lalu bagaiman caranya agar kita, para ibu bisa menjadi perempuan yang bahagia???
A Happiness Woman
1. Asupan Nutrisi
Ada Sebagian perempuan yang menjadikan makan sebagai lampiasan emosinya, ini bisa dianggap salah juga bisa dianggap benar ya, gaes. Hehe. Yang pasti, konsumsilah makanan yang mengandung asam amino tinggi, misalnya madu. Selain itu makan makanan yang berasa dari bumi, bukan fast food atau junk food. Konsumsi juga makanan yang mengandung triptofan yang dapat meningkatkan kadar serotonin (hormone bahagia di otak), seperti telur, makanan probiotik, ikan, kacang-kacangan, keju dan sayur hijau.2. Bergerak Aktif atau dengan Olahraga
Nah, ini penting juga nih gaes. terapkan hidup sehat, ya. Meski kita di rumah aja, tetaplah buat jadwal olahraga rutin. minimal sekali dalma sepekan. Jangan jadi kaum rebahan ya, gaes! Hehe. tetaplah bergerak aktif atau berolahraga agar badan tetap bugar, otot-otot tidak tegang.
3. Kualitas Tidur yang Baik
Mana nih tim Cinderella? haha. Berat banget ya, cara yang satu ini. Karena Mamak-life biasanya baru bisa me time atau melakukan sisa kegiatan di jam-jam malam saat anak dan suami sudah tidur. tapi gaes, menurut ilmu kesehatan, memang sebaiknya waktu tidur malam yang baik adalah sebelum pukul 22.00. Karena melatonin dihasilkan otak sekitar pukul 22.00 hingga 02.00. Wah, jadi puter otak untuk bisa manajemen waktu yang bagus nih!4. Refleksi Diri di Penghujung Hari
Ini juga ga kalah penting ya, gaes. Dengan melakukan refleksi diri, kita bisa mengintropeksi dan mudah untuk memperbaiki diri. sejak bangun tidur hingga menjelang tidur lagi, kita mengingat-ingat apa saja yang sudah kita lakukan, kebaikan apa yang sudah kita kerjakan, dan kesalahan apa yang kita lakukan. Jika ada masalah, segera mencari solusinya agar esok hari masalah itu bisa terselesaikan. Cara refleksi diri bisa dengan menuliskan jurnal syukur, relaksasi nafas dan nafas syukur dan journaling.Aliran Rasa
Setelah melakukan tantangan zona 2 tentang menjadi bahagia mendampingi tumbuh kembang anak selama 12 hari, banyak hal yang aku dapatkan. Mulai dari banyak mengenali kosakata emosi baru, semakin memahami tanda tubuh saat memberi sinyal emosi destruktif. Sehingga aku bisa segera mengelolanya dan menghindari respon yang berlebihan kepada anak.Aku juga bisa lebih mengenali emosi anak. Semakin memahami dan mengerti anak, sehingga anak semakin terbantu dan merasa terkoneksi. Yang aku rasakan dengan belajar mengelola emosi, bonding antara aku dan anak semakin kuat, anak merasa nyaman dan tenang dengan vibes bahagiaku, sehingga aktivitas bermain dan belajar pun semakin bersemangat.
Setelah melakukan tantangan ini, aku merasakan progress yang cukup signifikan. Seperti memiliki rem darurat dalam diri. Ketika emosi destruktif mulai tinggi seperti ada warning dari dalam diri dengan bentuk pertanyaan-pertanyaan yang muncul, mengapa anak melakukan ini, misalnya. Sehingga aku bisa mengambil jeda untuk berpikir dan meredam emosi yang mulai menguasai diri.
Penting untuk para ibu untuk belajar manajemen emosi dengan baik. Karena anak hanya membutuhkan perhatian, latihan menjadi anak yang mandiri, cinta dan maaf dari orangtua, rasa aman dan nyaman dan bermain dengan menyenangkan. Sehingga jika kita bisa memanajemen emosi dengan baik, kita bisa menerima semua proses yang dilakukan anak. Kita bisa menerimanya dan mendampinginya dengan bahagia, anak pun akan berproses, bertumbuh dan berkembang dengan bahagia pula.
Catatan penting khususnya buat aku sendiri nih..
ReplyDeleteBismillah, semoga bisa lebih baik lagi untuk mengelola emosi khususnya untuk anak..
Makasih remindernya mba :D
sama-sama mb, makasih sudah mampir ya :)
Delete